Category: renungan harian


Kepo

Bacaan Setahun : Kisah Para Rasul 5-7
Nats : Jawab Yesus, “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: Ikutlah Aku” (Yohanes 21:20)

KEPO

Bacaan : Yohanes 21:20-25

Anak-anak muda di Jakarta akan menjuluki temannya kepo apabila temannya itu “selalu ingin tahu urusan orang lain”. Rasa ingin tahu sebetulnya sangat positif, karena akan menolong seseorang untuk mencari lebih banyak pengetahuan. Akan tetapi, kalau rasa ingin tahu itu berlebihan maka dampaknya bisa negatif, karena mengganggu privasi orang lain.

Penyakit kepo ini ternyata juga pernah menyerang Petrus. Ia ingin tahu mengenai kehidupan Yohanes di masa depan. Maka, Yesus menegur Petrus, sebab apa yang akan terjadi pada Yohanes sama sekali bukan urusan Petrus. Urusan Petrus adalah mengikut Yesus. Tuhan pasti peduli kepada Yohanes dan tahu apa yang terbaik baginya. Di sisi lain, Dia juga peduli terhadap Petrus, tetapi cara Yesus memperlakukan mereka masing-masing bisa berbeda, karena setiap pribadi punya keunikannya sendiri.

Atas adanya perbedaan-perbedaan itu, Allah punya rencana dan kehendak sendiri bagi setiap orang yang percaya kepada Dia. Allah tidak berkewajiban memperlakukan kita sama seperti Dia memperlakukan orang lain. Dia tidak berkewajiban untuk memberkati kita dengan cara yang sama seperti Dia memberkati orang lain. Kita tak perlu meributkan atau merepotkan diri dengan hal itu. Itu sepenuhnya adalah kedaulatan dan wewenang Allah. Tugas kita hanya memastikan bahwa kita sendiri sudah atau sedang mengikut Yesus dengan sungguh-sungguh. Apabila kita mengikut Dia dengan serius, kita tidak akan punya waktu untuk memikirkan bagaimana Dia memperlakukan orang-orang di sekitar kita. Itu bukanlah urusan kita. Mari pikirkan saja bagaimana kita dapat mengiring Dia makin dekat –ENO

MASING-MASING PRIBADI KITA UNIK ADANYADENGAN SEGALA KURANG DAN LEBIHNYA

ADA SAATNYA MENYERAH

Jumat, 11 November 2011

Bacaan Setahun : Kisah Para Rasul 2-4
Nats : Beginilah firman TUHAN kepadaku: “Buatlah tali pengikat dan gandar, lalu pasanglah itu pada tengkukmu!” (Yeremia 27:2

Bacaan : Yeremia 27

Yos memukul tengkuk lelaki itu hingga pingsan. Ia terpaksa melakukannya karena pria itu terus meronta dan menyulitkan saat hendak ditolong dalam proses evakuasi di laut. Ketika ia dibuat tak berdaya, Yos bisa merangkul leher pria itu dan berenang membawanya ke pantai.

Bacaan hari ini secara mencengangkan menceritakan bahwa ada saat untuk menyerah, untuk menaklukkan diri kepada orang yang mungkin bukan sahabat kita, bahkan merupakan musuh yang akan mengambil hak kita. Tentu sepanjang hal itu dikehendaki Tuhan. Gandar kayu di tengkuk Yeremia adalah gambarannya. Yeremia diminta memberi tahu raja-raja tetangga bahwa seluruh negeri telah diserahkan ke tangan Nebukadnezar, raja Babel, dan mereka harus takluk kepadanya agar tidak mati oleh pedang, kelaparan, penyakit. Ini pun berlaku bagi Yehuda yang saat itu diperintah Raja Zedekia. Ini perintah yang sulit dan tak menyenangkan untuk dilakukan, terutama oleh bangsa yang “tegar tengkuk”.

Mungkin ada saat kita bertanya; mengapa Tuhan menaruh kita di posisi tidak berdaya, mengapa Tuhan seolah-olah melukai ego kita dan tidak membiarkan kita bangkit. Belajar dari kisah evakuasi laut yang dilakukan Yos, ada saatnya ketidakberdayaan itu membantu proses kita diselamatkan dari bahaya yang lebih besar. Sayangnya dalam lanjutan bacaan ini, kerajaan Yehuda tidak mau menyerah hingga mereka berakhir di ujung pedang dan pembuangan di Babel.

Kita mungkin diizinkan Tuhan untuk tidak berdaya, tetapi bukan berarti Tuhan juga sedang tanpa daya. Jika kita meyakini segala sesuatu tetap dalam kendali Tuhan, kita bisa belajar menyerah pada kehendak Tuhan tanpa takut dan ragu –SL

TUHAN TIDAK SEDANG TINGGAL DIAM SAAT DIA MEMINTA KITA UNTUK MENYERAH

AKHIR SEBUAH KISAH

1 Tawarikh 29:21-30 Tawarikh 29:21-30

Semua kisah tentu ada akhirnya. Ada yang berakhir dengan bahagia, tetapi banyak juga yang berakhir sedih, bahkan tragis. Kalau kita diminta untuk memilih, tentu kita akan memilih kisah yang berakhir bahagia, apalagi kalau itu kisah hidup kita sendiri. Bahkan, ada gurauan bahwa kalau bisa kita mengalami masa kecil yang indah, masa muda yang nikmat dan bahagia, lalu di masa tua tinggal menikmati kekayaan dan menunggu masuk surga. Tentu ini tidak realistis.

Hidup Daud dapat dikatakan sukses. Ia sukses menjadi raja yang kaya raya dan penuh kemuliaan. Anaknya, Salomo raja yang akan terkenal karena hikmatnya akan menggantikannya sebagai raja. Daud, raja sekaligus prajurit sejati, wafat saat usianya sudah tua dan meninggalkan banyak kesan: karyanya, hikmatnya, kesalehannya, doa-doanya. Memang ada raja Israel lain yang lebih makmur dan lebih lama memerintah daripada Daud, tetapi tak ada raja yang lebih saleh darinya. Hingga ia bahkan dihubungkan dengan Mesias yang dijanjikan. Ya, Yesus bahkan juga disebut sebagai Anak Daud.

Ketika kita kelak meninggalkan dunia ini, apakah yang kita ingin agar diingat orang-orang mengenai kita? Keberhasilan atau kegagalan kita? Apakah perjalanan hidup dan iman yang telah kita perjuangkan bisa menjadi teladan bagi orang-orang yang kita tinggalkan? Kiranya bukan sekadar akhir bahagia yang kita inginkan terjadi di hidup kita, melainkan hidup yang telah selesai melaksanakan rancangan Allah bagi kita. Bahwa melalui hidup kita, banyak orang dapat merasakan kasih Tuhan. Melalui hidup kita, nama Kristus dimuliakan –ENO

HIDUP YANG SUKSES BUKAN SEKADAR MEMENUHI CITA-CITA PRIBADIMELAINKAN JUGA MEMENUHI CITA-CITA TUHAN MENCIPTAKAN KITA